20 Aug Meneropong 75 Tahun Indonesia Merdeka
Perjalanan menjalankan pekerjaan kali ini terasa berbeda. Berbeda karena perjalanan ini terjadi disaat mendekati momen 75 tahun Indonesia Merdeka. Yaa… Perjalanan menyusuri Kalimantan Tengah dimulai pada 12 Agustus 2020 dan berakhir di 17 Agustus 2020. Jadi, sebenarnya kisah ini bercerita soal Lamandau atau Kalimantan Tengah? Lamandau memang berada di Kalimantan Tengah. Saya menyebutkan secara general di awal, karena memang perjalanan ini melewati beberapa daerah. Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat, dan Lamandau.
Era adaptasi kebiasaan baru atau yang akrab dikenal sebagai new normal membuat tatanan kehidupan terasa berbeda. Dimulai saat berada di Bandara Juanda Surabaya yang kali ini pola antriannya dibuat secara terpusat sebelum check in. Untuk apa? Memvalidasi rapid test para calon penumpang pesawat. Sembari memvalidasi, para calon penumpang juga ditanya perihal kesiapannya terkait Health Alert Card. Selanjutnya? semua bermasker, dan ternyata isi dari pesawat juga penuh penumpang. Yaa sudah, mungkin sama-sama perlu untuk melakukan perjalanan kan?
Setiap pemerintah daerah tentu ingin wilayahnya menjadi maju dari segala hal. Perencanaan pembangunan daerah menjadi penting dan kunci untuk mencapai keberhasilan yang diharapkan. Diskusi antar elemen perangkat daerah, masyarakat, dan pihak lainnya juga penting untuk terus diselenggarakan dalam mengawal pembangunan daerah. Lalu dimanakah diskusi itu dilakukan? Dalam konteks kabupaten, umumnya akan terpusat di ibukota kabupaten. Apakah akses menuju dan dari ibukota kabupaten tersebut sudah baik dan mudah? Belum tentu 🙂
Berada di kantor untuk berdiskusi perihal perencanaan pembangunan jangka menengah daerah yang perlu adanya revisi tentu menyenangkan. Duduk, laptop dibuka, snack, proyektor, dan AC sudah tersedia. Sembari memikirkan terkait pembangunan daerah, tak lupa diselingi juga pembahasan perihal pembangunan yang berkelanjutan. Dasarnya? ya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau yang lebih familiar dengan SDGs. Lalu, bagaiamana dengan orang-orang dari kecamatan yang juga punya peran dan andil untuk pembangunan daerah? Mereka perlu menempuh perjalanan yang tidak mudah. Seperti apa?
Dengan medan yang amat sulit dilalui dengan kendaraan biasa, sudah terbayang bagaimana perjuangan mereka? Masih banyak ditemui jalanan yang belum beraspal. Kondisi hujan dan pasca hujan akan membuat semakin susah dilalui. Korbannya? Kendaraan menjadi tidak kinclong lagi. Akses listrik juga belum sepenuhnya masuk ke desa-desa. Lalu bagaimana kondisi mereka disana? Semuanya baik-baik saja. Hidup rukun dan menerima keadaan. Perjalanan ini juga menyenangkan. Berjumpa dengan transmigran asal Jawa yang membuat merasa akhirnya berjumpa saudara. Kediri, Banyumas, dan daerah lainnya. Komunikasi sudah seperti dulur sendiri. Apalagi saat jumpa dengan transmigran asal daerah ngapak. Kata beliau ora ngapak ora kepenak.
Hmmm… oke. Sekarang jika kita yang dihadapkan dengan kondisi demikian apa kira-kira sudah cukup mampu dan kuat hati untuk tidak protes kepada pemangku kebijakan? Hilangnya sinyal selama beberapa saat, melalui jalanan non-aspal di sepanjang perjalanan, semoga cukup untuk membuat kita selalu bersyukur karena sudah memiliki akses yang mudah dan mewah disini (re:jawa).
No Comments