Sekoci Berkeadilan untuk Ketimpangan

Sekoci Berkeadilan untuk Ketimpangan

Bicara tentang kesuksesan pembangunan, akan disepakati bahwa capaian kinerja atas pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan per kapita, penyerapan atas tenaga kerja, serta menurunnya angka kemiskinan merupakan indikator-indikator yang selalu diperjuangkan untuk semakin baik dari waktu ke waktu. Baik yang memiliki arah semakin positif semakin baik seperti tingkat penyerapan tenaga kerja, atau sebaliknya yang memiliki makna arah negatif justru semakin baik seperti angka kemiskinan yang diharapkan semakin menurun.

Namun ada hal lain yang sebenarnya juga mencerminkan keberhasilan pembangunan. Hal krusial tersebut adalah narasi tentang bagaimana pemerataan pembangunan dan ketimpangan di Indonesia. Ketimpangan sendiri akan diukur menggunakan Gini Ratio yang menunjukkan semakin dekat dengan angka 1 bermakna semakin timpang, dan semakin dekat dengan angka 0 memiliki arti semakin merata.

Pada September 2022, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur menggunakan Gini Ratio adalah sebesar 0,381. Angka ini menurun 0,003 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2022 yang sebesar 0,384, namun tidak mengalami perubahan jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2021 yaitu sebesar 0,381. Gini Ratio di daerah perkotaan pada September 2022 tercatat sebesar 0,402; turun dibanding Gini Ratio Maret 2022 yang sebesar 0,403; namun naik dibanding Gini Ratio September 2021 yang sebesar 0,398. Gini Ratio di daerah perdesaan pada September 2022 tercatat sebesar 0,313; turun dibanding Gini Ratio Maret 2022 dan September 2021 yang sebesar 0,314.

Perlu di ingat pula bahwa dalam mengukur tingkat ketimpangan di Indonesia, BPS menggunakan data pengeluaran sebagai proksi pendapatan yang bersumber dari Susenas. Gini ratio adalah salah satu ukuran ketimpangan pengeluaran yang digunakan. Kalau kita sadari bersama, sesungguhnya bicara ketimpangan tentu tidak hanya persoalan bagaimana nilai dan data pengeluaran yang kemudian di proksikan sebagai pendapatan saja. Lalu ketimpangan apalagi yang sebenarnya perlu diperhatikan? Ketimpangan kekayaan, ketimpangan akses terhadap layanan publik, dan ketimpangan lain yang mungkin masih perlu diperhatikan juga. Dalam laporan World Inequality Report 2022 melaporkan bahwa 30,2% dari total kekayaan populasi di Indonesia dikuasai oleh kelompok 1% keatas. Sementara kelompok 50% terbawah di Indonesia hanya menguasai 4,5% dari kekayaan populasi di Indonesia.

Sesungguhnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi secara agregat akan mendorong terjadinya perluasan lapangan usaha baru. Didorong dengan kualitas sumber daya lokal yang potensial untuk masuk dalam lapangan usaha baru tersebut, secara berkala akan menimbulkan efek pengurangan pengangguran-kemiskinan-dan peningkatan kesejahteraan dalam skala makro. Tentang ketimpangan akses terhadap layanan publik, idealnya dengan semakin tumbuhnya daerah otonom baru di wilayah timur Indonesia sebagai contoh, diharapkan dapat memperpendek rentang kendali layanan pemerintah yang diberikan. Kemudahan atas jarak dan waktu bisa kemudian mengakselerasi percepatan pembangunan yang diharapkan.

Orientasi pembangunan memiliki timeframe bisa jangka pendek maupun jangka panjang untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui transformasi sosial, budaya, dan ekonomi. Sebagai salah satu agen pembangunan, pemerintah perlu memastikan jalannya roda kegiatan untuk menuju tujuan yang ingin dicapai dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Masing-masing pemerintah daerah perlu terus dipacu untuk menggali potensi unggulan daerahnya secara inovatif, kreatif, dan atraktif. Ibarat sekoci dalam kapal sebagai lifeboat penolong pada saat keadaan darurat, pemerintah perlu mulai melaksanakan langkah-langkah kecil dengan kematangan ekonomi yang presisi untuk memastikan bahwa gap pembangunan antar wilayah tidak semakin merenggang.

No Comments

Post A Comment